Demokrasi Indonesia Periode Parlementer (1949-1959) dan Periode Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
- Pemerintahan masa revolusi kemerdekaan Indonesia (1945-1949)
- Pemerintahan parlementer (1949-1959)
- Pemerintahan demokrasi terpimpin (1959-1965)
- Pemerintahan orde baru (1965-1998)
- Pemerintahan orde reformasi (1998-sekarang)
Berikut ini pelaksanaan demokrasi di Indonesia pada masa pemerintahan parlementer dan demokrasi terpimpin:
Demokrasi Indonesia periode parlementer (1949-1959)
Periode kedua pemerintahan negara Indonesia merdeka berlangsung dalam rentang waktu antara 1949-1959. Pada periode ini terjadi dua kali pergantian undang-undang dasar, yaitu:
- Pergantian UUD 1945 dengan Konstitusi RIS pada rentang waktu 27 Desember 1949 - 17 Agustus 1950.
Dalam rentang waktu ini, bentuk negara Indonesia berubah dari kesatuan menjadi serikat. Sistem pemerintahan berubah dari presidensil menjadi quasi parlementer.
- Pergantian Konstitusi RIS dengan Undang-undang Dasar Sementara (UUDS) 1950 pada rentang waktu 17 Agustus 1950 - 5 Juli 1959.
Periode pemerintahan ini bentuk negara kembali berubah menjadi negara kesatuan. Sistem pemerintahan menganut sistem parlementer. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pada periode 1949-1959, negara Indonesia menganut demokrasi parlementer.
Masa kejayaan demokrasi Indonesia
Masa demokrasi parlementer adalah masa kejayaan demokrasi di Indonesia. Karena hampir perwujudan semua elemen demokrasi dapat ditemukan dalam kehidupan politik di Indonesia. Berikut ini enam indikator ukuran kesuksesan pelaksanaan demokrasi pada masa pemerintahan parlementer:
- Pertama, lembaga perwakilan rakyat atau parlemen berperan tinggi dalam proses politik.
Perwujudan kekuasaan parlemen terlihat dari sejumlah mosi tidak percaya pada pihak pemerintah. Akibatnya kabinet harus meletakkan jabatan meski pemerintahan baru berjalan beberapa bulan. Seperti Djuanda Kartawidjaja diberhentikan dengan mosi tidak percaya dari parlemen.
- Kedua, akuntabilitas (pertanggungjawaban) pemegang jabatan dan politisi pada umumnya sangat tinggi.
Hal ini dapat terjadi karena berfungsinya parlemen dan juga sejumlah media massa sebagai alat kontrol sosial. Sejumlah kasus jatuhnya kabinet dalam periode ini merupakan contoh konkret tingginya akuntabilitas.
- Ketiga, kehidupan kepartaian memperoleh peluang sebesar-besarnya untuk berkembang secara maksimal.
Dalam periode ini, Indonesia menganut sistem multipartai. Pada periode ini 40 partai politik terbentuk dengan tingkat otonomi yang sangat tinggi dalam proses rekrutmen, baik pengurus atau pimpinan partai maupun para pendukungnya. Campur tangan pemerintah dalam hal rekrutmen tidak ada. Sehingga setiap partai bebas memilih ketua dan segenap anggota pengurusnya.
- Keempat, sekalipun Pemilihan Umum hanya dilaksanakan satu kali pada 1955, tetapi Pemilihan Umum tersebut benar-benar dilaksanakan dengan prinsip demokrasi.
Kompetisi antar partai politik berjalan sangat intensif dan fair. Setiap pemilih dapat menggunakan hak pilih dengan bebas tanpa ada tekanan atau rasa takut.
- Kelima, masyarakat umumnya dapat merasakan hak-hak dasar dan tidak dikurangi sama sekali.
Meski tidak semua warga negara dapat memanfaatkan hak-hak dasar dengan maksimal. Tetapi hak untuk berserikat dan berkumpul dapat diwujudkan, dengan terbentuknya sejumlah partai politik dan organisasi peserta Pemilihan Umum. Kebebasan pers dan kebebasan berpendapat dirasakan dengan baik. Masyarakat bisa melakukan tanpa rasa takut menghadapi risiko, meski mengkritik pemerintah dengan keras. Contoh Dr. Halim, mantan Perdana Menteri, menyampaikan surat terbuka dengan kritikan sangat tajam terhadap sejumlah langkah yang dilakukan Presiden Soekarno. Surat tersebut tertanggal 27 Mei 1955.
- Keenam, dalam masa pemerintahan parlementer, daerah-daerah yang memperoleh otonomi yang cukup.
Daerah-daerah bahkan memperoleh otonomi seluas-luasnya dengan asas desentralisasi sebagai landasan untuk berpijak, dalam mengatur hubungan kekuasaan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
Demokrasi Indonesia periode demokrasi terpimpin (1959-1965)
Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Dalam dekrit tersebut, Presiden menyatakan membubarkan Dewan Konstituante dan kembali pada Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Dekrit presiden tersebut mengakhiri era demokrasi parlementer. Dekrit Presiden juga membawa dampak sangat besar dalam kehidupan politik nasional. Era baru demokrasi dan pemerintahan Indonesia dimulai yaitu suatu konsep demokrasi yang oleh Presiden Soekarno disebut Demokrasi Terpimpin. Maksud konsep terpimpin ini dalam Pandangan Soekarno adalah dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan dalam permusyawaratan dan perwakilan. Demokrasi terpimpin merupakan pembalikan total dari proses politik yang berjalan pada masa demokrasi parlementer. Yang disebut demokrasi pada masa ini ialah perwujudan kehendak presiden dalam rangka menempatkan dirinya sebagai satu-satunya institusi yang paling berkuasa di Indonesia.
Masa suram demokrasi Indonesia
Perpolitikan Indonesia pada masa demokrasi terpimpin sudah keluar dari aturan yang benar. Demokrasi bukan dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan akan tetapi dipimpin oleh institusi kepresidenan yang sangat otoriter yang jauh dari nilai-nilai demokrasi universal. Masa demokrasi terpimpin disebut sebagai masa suram demokrasi di Indonesia.
Sumber:
https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/12/173000969/demokrasi-indonesia-periode-parlementer-1949-1959-?page=all
https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/12/183000469/demokrasi-indonesia-periode-demokrasi-terpimpin-1959-1965-?page=all
Indonesia adalah negara demokrasi yg dapat dibuktikan dari sudut psndang normatif dan empirik
BalasHapus